SETELAH ACARA INTERNATIONAL "APRIL MOP" "BERCANDA BOLEH ROLE OF GAMEnya TIDAK BERLEBIHAN" SEPERTI DI CHANNEL - CHANNEL TV - TV YANG MENJAMUR {KABAR GEMBIRA}
Bercanda Menurut Pandangan NETRAL
BERCANDA BOLEH JIKA TIDAK BERLEBIHAN
Oleh :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah. [al-Ahzâb/33:21].
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA
SALLAM JUGA BERCANDA
Sebagai manusia biasa, kadang kala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau, untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya. Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar.
Dituturkan ‘Aisyah Radhiyallahu anha.
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ
لَهَوَاتُهُ, إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.[1]
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
نَعَمْ ! غَيْرَ أَنِّي لاَ أَقُوْلُ
إِلاَّ حَقًّا
Betul, hanya saja aku selalu
berkata benar.[2]
BEBERAPA CONTOH CANDA NABI
SHALLALAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
1. Anas Radhiyallahu anhu menceritakan salah satu bentuk canda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya dengan sebutan:
يَا ذَا الأُذُنَيْنِ !
Wahai, pemilik dua telinga! [3]
2. Anas Radhiyallahu anhu mengisahkan, Ummu Sulaim Radhiyallahu anha memiliki seorang putera yang bernama Abu ‘Umair. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering bercanda dengannya setiap kali beliau datang. Pada suatu hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang mengunjunginya untuk bercanda, namun tampaknya anak itu sedang sedih. Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah! Burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati,” lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengannya, beliau berkata:
يَا اَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُغَيْرُ
“Wahai Abu ‘Umair, apakah
gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?”[4]
3. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bercerita, ada seorang pria dusun bernama Zahir bin Haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukainya. Hanya saja tampang pria ini jelek.
Pada suatu hari, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya ketika ia sedang menjual barang
dagangan. Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeluknya dari
belakang, sehingga ia tidak dapat melihat beliau. Zahir bin Harampun berseru:
“Lepaskan aku! Siapakah ini?”
Setelah menoleh iapun mengetahui,
ternyata yang memeluknya ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka
iapun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?”
Dia menyahut,”Demi Allah, wahai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika demikian aku tidak akan laku
dijual!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membalas: “Justru di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala engkau sangat mahal
harganya!”[5]
4. Diriwayatkan dari Anas
Radhiyallahu anhu, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, bawalah aku?” Maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kami akan membawamu di atas anak onta.”
Laki-laki itu berkata: “Apa yang bisa aku lakukan dengan anak onta?” Maka
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bukankah onta yang melahirkan
anak onta?”[6]
5. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga sering kali bercanda dan menggoda Aisyah Radhiyallahu anha.
Suatu kali beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Aku tahu kapan engkau suka kepadaku dan kapan engkau marah kepadaku,” Aku (‘Aisyah) menyahut: “Darimana engkau tahu?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau engkau suka kepadaku engkau akan mengatakan, ‘Tidak, demi Rabb Muhammad,’ dan kalau engkau marah kepadaku engkau akan mengatakan, “Tidak, demi Rabb Ibrahim”.
Aku (‘Aisyah) menjawab: “Benar,
demi Allah! Tidaklah aku menghindari melainkan namamu saja.”[7]
6. Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
menceritakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan
lidahnya bercanda dengan al-Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu. Iapun melihat
merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang
gembira.”[8]
CANDA YANG DIBOLEHKAN
Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan dibolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda.
1. Meluruskan tujuan.
Yaitu bercanda untuk
menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan
canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh gairah baru dalam
melakukan hal-hal yang bermanfaat.
2. Jangan melewati batas.
Sebagian orang sering kebablasan
dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam
bercanda, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia.
Orang-orang akan memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya
sendiri dan tidak menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan
wibawa seseorang.
3. Jangan bercanda dengan orang
yang tidak suka bercanda.
Terkadang ada orang yang bercanda
dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang
tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah
dengan siapa kita hendak bercanda.
4. Jangan bercanda dalam
perkara-perkara yang serius.
Ada beberapa kondisi yang tidak
sepatutnya bagi kita untuk bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis
ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
5. Hindari perkara-perkara yang
dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala saat bercanda.
Tidak boleh bercanda atau bersenda gurau dalam perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya sebagai berikut :
Menakut-nakuti seorang muslim
dalam bercanda.
Ada orang yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti temannya. Misalnya, seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya, berteriak dalam kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya, atau yang sejenisnya. Perbuatan seperti ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ
أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا
Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.[9]
Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur, datanglah seseorang lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik cambuk itupun merasa takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ
مُسْلِمًا
Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain.[10]
Intinya, tidak boleh
menakuti-nakuti seorang muslim meskipun hanya untuk bercanda, terlebih lagi
jika dengan sungguh-sungguh.
Berdusta saat bercanda.
Banyak orang yang dengan sesuka hatinya bercanda, tak segan berdusta dengan alasan bercanda. Padahal berdusta dalam bercanda ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ
الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ
الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى
الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Aku menjamin sebuah taman di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yang baik akhlaknya.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau tetap berkata jujur meskipun sedang bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاًّ
حَقًّا
Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.[11]
Oleh karena itu, tidak boleh
berdusta ketika bercanda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain
tertawa dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ
لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ini.[12]
Apalagi bila dalam candanya itu
ia menyebut aib dan rahasia orang lain, atau mencela dan mengejek orang lain.
Melecehkan sekelompok orang
tertentu.
Misalnya bercanda dengan
melecehkan orang-orang tertentu, penduduk daerah tertentu, atau profesi
tertentu, atau bahasa tertentu, atau menyebut aib mereka dengan maksud untuk
bercanda dan membuat orang lain tertawa. Perbuatan ini sangat dilarang.
Canda yang berisi tuduhan dan
fitnah terhadap orang lain.
Kadang kala ini juga terjadi,
terlebih bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan
temannya lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan
keji. Seperti ia mengatakan kepada temannya, ‘hai anak hantu,’ dan kata-kata
sejenisnya untuk membuat orang tertawa. Sangat disayangkan, hal seperti ini
nyata terjadi di tengah orang-orang kebanyakan dan jahil. Oleh karena itu,
hendaklah kita jangan keterlaluan dalam bercanda, sehingga melampui batas.
6. Hindari bercanda dengan aksi
dan kata-kata yang buruk.
Banyak orang yang tidak menyukai
bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan
perkelahian. Sering kita dengar kasus perkelahian yang terjadi berawal dari
canda. Maka tidak sepatutnya bercanda dengan aksi kecuali dengan orang yang
sudah terbiasa dan bisa menerima hal itu. Sebagaimana para sahabat saling
melempar kulit semangka setelah memakannya.[13]
Adapun bercanda dengan kata-kata yang buruk tidak dibolehkan sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي
هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ
كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
Dan katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku: “hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik
(benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [al-Isrâ`/17:53]
7. Tidak banyak tertawa.
Banyak orang yang tertawa berlebih-lebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, beliau bersabda:
لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ
الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.”
Seperti yang telah dijelaskan di
atas dari ‘Aisyah radhiyallahu anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan
mematikannya.
8. Bercanda dengan orang-orang
yang membutuhkannya.
Seperti dengan kaum wanita dan
anak-anak. Itulah yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
yaitu sebagaimana yang beliau lakukan terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu anha dan al
Hasan bin Ali, serta seorang anak kecil bernama Abu ‘Umair.
9. Jangan melecehkan syiar-syiar
agama dalam bercanda.
Umapanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Qur`an dan syiar-syiarnya, wal iyâdzu billâh! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ
عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا
إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ﴿٦٤﴾وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا
كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ
تَسْتَهْزِئُونَ
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. [at-Taubah/9:64-65]
Dan mengangungkan syiar agama merupakan tanda ketakwaan hati. Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ
اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan
syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
[al-Hajj/22:32].
Demikianlah, semoga dengan
tulisan ini kita bisa mengetahui kedudukan bercanda dalam pandangan Islam,
mengetahui canda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan batasan-batasan
yang dibolehkan dalam bercanda. Sehingga kita dapat membedakan antara bercanda
yang dibolehkan dan yang tidak dibolehkan.
Maraji`:
Tafsîr al-Qur`ânil-‘Azhîm, Imam
Ibnu Katsîr.
Bahjatun-Nâzhirîn Syarh
Riyâdhish-Shâlihîn, Syaikh Salîm bin ‘Id al-Hilâli.
Durruts-Tsamîn min
Riyâdhish-Shâlihîn, ‘Abdul-‘Azîz Sa’ad al-‘Utaib
Mausû’ah al-Adabil-Islâmiyyah,
‘Abdul Azîz bin Fathis-Sayyid Nadâ, Dâruth-Thayyibah, Cetakan Kedua, Tahun 1425
H – 2004 M.
Shahîh al-Jami’ish-Shaghir,
Syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, al-Maktab al-Islami, Cetakan Ketiga,
Tahun 1410 H – 1990.
Silsilatul Ahâdits Shahîhah,
Syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, disusun oleh Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur
Hasan Salman, Maktabatul-Ma’ârif, Riyadh, Cetakan Pertama.
Sirah Shahîhah, Dhiyâ al-‘Umari.
Sunan Abu Dawud, Tashih: Syaikh
Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, dan disusun oleh Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur
Hasan Salman, Maktabatul-Ma’ârif, Riyadh, Cetakan Pertama.
Yaumun fî Baiti Rasulillah,
‘Abdul-Malik bin Muhammad al-Qâsim, Darul-Qasim, Cetakan Pertama, Tahun 1419 H.
Footnote
[1] Diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhâri dan Imam Muslim.
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad
dengan sanad yang shahîh.
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad
(III/117, 127, 242, 260), Abu Dawud (5002), at-Tirmidzi (1992). Lihat Shahîh
al- Jâmi’ (7909).
[4] Diriwayatkan oleh Abu Dawud.
[5] Diriwayatkan oleh Ahmad
(III/161), at-Tirmidzi dalam asy-Syamil (229), al-Baghawi dalam Syarh Sunnah
(3604).
[6] Abu Dawud (4998), dan
at-Tirmidzi (1991) dari Anas. Shahîh Abu Dawud (4180).
[7] Muttafaqun ‘Alaihi, Shahîh
al-Bukhâri, sebagaimana terdapat dalam Fathul-Bari (9/325), Shahîh Muslim
(3/1890, hadits nomor 2439).
[8] Lihat Silsilah Ahâdîts
Shahîhah, nomor hadits 70.
[9] Diriwayatkan oleh Abu Dawud
(5003), dan at-Tirmidzi (2161). Lihat Shahîh Abu Dawud (4183).
[10] Diriwayatkan oleh Abu Dawud
(5004). Lihat Shahîh Abu Dawud (4184).
[11] Diriwayatkan oleh
ath-Thabrâni dalam al-Kabir (XII/13443). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (2494).
[12] Diriwayatkan oleh Ahmad
(V/5), Abu Dawud (4990), at-Tirmidzi (2315). Lihat Shahîh al-Jâmi’ (7126).
[13] Diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhâri dalam al-Adabul-Mufrad, hlm. 41. Lihat as-Silsilah ash-Shahîhah
(436).
Menerangkan dan Kabar Gembira !
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)
Universitas Negeri
Berdiri pada tanggal 17 Juni 1946
Jl. Tirtayasa No.6, RW.4, Melawai, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12160
Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian atau STIK - PTIK adalah Lembaga pendidikan kedinasan dan lembaga pendidikan akademik Polri yang berada di bawah kendali Lembaga Pendidikan Polri. Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi Polri berpangkat Inspektur Jenderal Polisi.
SOLUSI KETEGASAN [SK]
1. Kembangkan dan buru sergap PENADAHnya dulu
karena tanpa penadah motor - motor curian, inzaAllah para komplotan pencuri tersebut akan kesulitan menjual barang hasil curian,
2. Kembangkan dan buru sergap MALINGnya kemudian
3. PENTING ! Bagi korban sangat disarankan SEGERA lapor (formalitas) ke Dinas Kepolisian Resmi dengan mengenakan Busana yang SANTUN, HARUM dan MEWANGI terdekat serta RAMBUT disisir RAPI dan atau diKUNCRIT dan atau dikepang RAPI jika SENIMAN, gunanya cepat atau lambat bahwasanya kabar buruk atau kabar baik agar DISEGERAKAN dilakukan "BLOKIR CENTRAL BPKB (Buku Kepemilikan Motor yang Syah dan Legal) KEARSIPAN KEPOLISIAN PORTABLE TERINTEGRASI RESMI" sehingga para penjahat jenis tersebut sulit melakukan duplikasi atau memalsukan Surat (STNK) pada saat perpanjangan perihal tersebut bisa dikembangkan penelusuran jaringan penjahat jenis tersebut, karena saat ini Negara kesatuan Republik Indonesia sudah sangat MAJU berTeknologi Canggih hasil Karya Anak Bangsa yang berMartabat Unggulan dan Terbaik. Selalu terapkan berpikir Positif dan Optimis seumur - umur. InzaAllah jangan khawatir. Pihak Yang Baik akan ramah, santun, melayani dengan senyuman tanpa tendensi sebagai abdi negara dan peduli.
INZALLAH, Masyarakat Yang Baik mendukung kesiapsiagaan PANJENENGAN SEDANTEN.
Pelanggaran dan melanggar Pasal 480 KUHP tentang tindak pidana memiliki, menyimpan dan memperjualbelikan barang hasil kejahatan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara, junto Pasal 263 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat berharga dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. Sehingga ancaman hukuman menjadi 10 tahun penjara dengan diberi makanan nasi kering atau karak selama 10 tahun tersebut.
SK.MENKEH & HAM RI C-484.HT.03.01-th.03-INFINITY.SK.PSPN 2099/ORG/PEN/13.
NIB 9120207751094
Ref.RM.79318728 Ref.RM.SD002801
Post a Comment